You Should Have Left, Kalau Dari Pertama Kali Kiranya Terasa Janggal
Oktober 26, 2020
Amanda Seyfeld menjadi daya tarik yang tepat untuk menggaet saya agar
menonton film ini. Meski saya tau latar belakang portfolionya yang tidak
main-main, mengingat ini film horor, saya tetap merasa awas. Takut akan
nantinya ia bermain terlalu "biasa".
Cerita pun bergulir dan sampailah pada titik dimana ia harus berdialog dengan Kevin Bacon. Dan itu terasa lezat. Bacon, ternyata sangatlah karismatik. Ya dia tua. Ya dia keriput. Tapi, tetap ada sisi seksi yang tersisa darinya. Apalagi suaranya juga dalam. Khas aktor.
Mereka berdua menjadi Susanna dan Theo, suami istri dengan relasi yang sangat mudah/sangat enteng, karena memiliki komunikasi yang terbuka. Kondisi tersebut, digambarkan dengan sangat baik secara visual. Sabar dan repetitif. Sama sekali tidak terasa maksa.
Meski demikian, dari awal film, jelas para penonton bisa menangkap bahwa ada gap umur yang cukup jauh dari pasangan ini. Hal yang kemudian menjadi kunci esensial dari keseluruhan cerita.
Suami-istri ini memiliki seorang anak perempuan bernama Ella yang diperankan sangat apik oleh Avery Tiiu Essex.
Anak ini benar-benar dambaan industri film. Ada kesungguhan di dalam suaranya yang membuat seolah-olah yang ia alami di dalam film adalah pengalamannya, hidupnya.
Ia amat berbakat. Bahkan beradu watak dengan para senior itupun, sama sekali tidak terasa jomplang.
Ah, saya jadi iri dengan bagaimana industri film di sana berhasil melakukan scouting dan memberikan eksposurenya demi kepentingan regenerasi pemain itu sendiri, demi keberlangsungan industrinya.
Kembali lagi...
Susanna bekerja sebagai aktris. Ada satu adegan dimana Theo datang ke lokasi dimana Susanna sedang beradegan ranjang. Suaranya terdengar membahana di udara. Berulang-ulang akibat take yang dilakukan beberapa kali.
Yang seperti itupun, tidak juga terlalu mengganggu pasangan ini. Susanna dapat meminta maaf dengan amat mudah atas adegan ranjang yang harus dilakukannya itu. Dan Theo bisa dengan mudah mengerti, karena itu memang pekerjaan istrinya.
Suatu ketika, Susanna mendapatkan tawaran untuk film, yang pengambilan
gambarnya akan dilakukan di Inggris. Dia diharuskan stay di lokasi
selama 6 minggu. Sehingga, ketika membicarakan hal ini, keluarga itu
memutuskan untuk pergi duluan, agar bisa melakukan liburan di lokasi yang
tidak jauh dari lokasi shooting.
Sampai-sampai mereka pun menyewa rumah sebagai tempat tinggal hingga jadwal suting Susanna kelar. Sebagai seorang istri, Susanna pun mengatur segala keperluan ini. Ia lah yang mencari, kiranya mana rumah yang tepat dan membookingnya.
Sesampainya di rumah tersebut, mereka pun terpesona. Rumah tersebut
sangat menawan. Luas. Homey. Nyaman.
Susanna langsung mengeluarkan hapenya dan mencari sinyal. Kalimat kunci
dari sebuah film horor/triler pun keluar. “Ops, gak ada sinyal nih”.
Cerita pun bergulir perlahan. Menjelaskan satu-per-satu fragmen dan
kejadian yang mulai-mulai menuju aneh namun terasa wajar. Menurut saya ini
sangat realistis. Maksudnya hal-hal yang seperti ini sering terjadi di
kehidupan nyata.
Kamu berada dalam kondisi yang pada awalnya kamu anggap aneh, tidak
biasa. Namun, karena adaptif adalah salah satu sifat alami manusia. Hal aneh, apabila awalnya masuk dalam dosis yang
relatif rendah, dan belum “terlihat” terlalu berdampak membahayakan secara langsung misalnya langsung membuat kamu mati, akan
dengan mudah kamu maafkan dulu dan kamu berikan kesempatan.
Terus, menerus hingga ketika kamu menoleh kebelakang dan kamu telusuri
lagi. Bertemulah kamu dengan titik kesadaran bahwa, segalanya sudah
terlambat.
Timbulah tetes-tetes penyesalan yang membuatmu berandai-andai. Harusnya
aku bisa berhenti. Harusnya tidak kulakukan yang seperti ini.
Harusnya...
Review
|||||||{{{
Anda telah membaca artikel Anonum Indonesia
0 komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.