Tersihir Sihir The Witch The Subversion, Apakah Ini Sebuah Cerita Dongeng?
Oktober 20, 2020
Kalau dari judulnya, film ini sepertinya cocok sekali dengan nuansa
Halloween.
Adegan dibuka mengikuti seorang cewek yang masuk ke sebuah gedung. Dia
berjalan terus ke dalam ruangan yang penuh dengan muncratan berwarna
merah. Darah. Dia terus berjalan ke dalam, berpapasan dengan seorang
lelaki berbaju hitam yang menggotong seorang anak berlumuran
darah.
Hingga ia sampai di sebuah ruangan dengan beberapa ranjang di dalamnya.
Ruangan itu juga yang berlumuran darah. Dia mengambil sebuah boneka teddy
bear dan berbicara ke arah tengah ruangan pada beberapa lelaki yang
menghentikan aktivitasnya.
Dia memberi tips agar mereka menghancurkan kepalanya. Dia berjalan keluar
ruangan dan para lelaki di tengah ruangan tersebut kembali melanjutkan
aktivitasnya. Mereka tampak sedang memukuli sesuatu.
Dia pun tiba di luar gedung dan ada seorang lelaki yang melapor bahwa ada
anak yang kabur. Mereka berdua berbincang sebentar untuk menentukan
langkah. Bagaimana baiknya. Apakah tetap mencari si anak kabur tersebut.
atau membiarkannya saja kabur begitu saja.
Si cewek ini mengusulkan untuk membiarkan saja. Sebab, kondisi anak kabur
tersebut memang berbeda dari mereka berdua. Mereka sama-sama menunjuk
kepala. Adegan pun berpindah.
Begitulah adegan pembuka untuk film berjudul The Witch: Part 1. The
Subversion.
Cerita pun bergulir dipercepat ke masa 10 tahun yang akan datang. Ketika
si Anak Kabur ini sudah duduk di bangku SMA dan menjelma menjadi gadis
dengan wajah yang cantik.
---
Meski film ini berjudul demikian, namun dari awal adegan, dari dialog dan
latar yang saya lihat, saya langsung menebak sembarangan, bahwa film ini
sepertinya lebih ke science fiction. Bukan film sihir dongeng
fantasi. Namun, entah juga. Mungkin tebakan saya salah.
Karena pemerannya karakter utamanya masih SMA, maka mari kita juga
kategorikan film ini sebagai film remaja. Karena ada adegan pukul-pukulan,
maka masukan juga film ini ke kategori action.
Penceritaannya sendiri berlangsung nyantai. Tenang dan tanpa
terbaca.
Namun, penonton kembali merasa terusik dan jadi ikut bertanya-tanya
ketika si anak kabur pergi ke Seoul menggunakan kereta dan bertemu dengan
Oppa tampan yang mengatakan hal-hal yang entah apa maksudnya. Seperti ada
sebuah misteri yang terjadi.
Selain itu...
Ada masa dimana si anak kabur ini kembali ditemukan dan dikejar kembali.
Ketika ini terjadi, si anak kabur ini terlihat agak berlumuran darah di
bagian leher.
Gambar tersebut ternyata baru saya sadari mampu memberikan kesan ironi
atas kebrutalan dalam kepolosan.
Untuk urusan warna, film ini terasa bagai “mati lampu”. Lumayan sering
terjadi adegan ketika malam hari atau dimana latar adegan kurang
cahaya.
Skenarionya terasa sangat apik. Dari sinematografi, film ini sangat
sederhana dan realistis. Sangat tidak fancy. Bahkan karena rumah si anak
kabur ini merupakan rumah pedesaan yang mana memiliki kandang sapi, kesan
berantakan ala rumah tinggal pun terasa kental.
Dari film ini juga saya mempelajari bahwa membuat film yang memukau dan
memberi impact ternyata tidaklah harus semegah Avenger. Sedikit detil yang
digunakan pada hal-hal yang prioritas sudah terasa cukup.
Saya juga menyadari bahwa tidak ada adegan yang memicu penonton untuk
menangis. Dari situ sangat jelas bahwa film ini bukanlah film drama meski
pada awalnya dibuat agar terasa seperti itu.
Karakter-nya banyak, namun rotasi penceritaan dan kemunculan tiap-tiap
karakter tersebut, terasa seimbang.
Disinyalir, film ini akan ada part 2-nya, sebab endingnya sendiri sangat
gantung. Meski demikian, yang kemudian saya pertanyakan adalah apa lagi
yang akan diceritakan di Part 2 nanti. Sebab, semua hal sepertinya sudah
terungkap.
SKOR
⍟⍟⍟⍟⍟⍟⍟⍟ ⋆ ⋆
Anda telah membaca artikel Anonum Indonesia
0 komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.