Omnibus Dengan Rasa Hangat Bernama Summer Night Sky, Autumn Sunset, Winter Morning and Spring Breeze
Oktober 13, 2020Bila diibaratkan sebagai sebuah jenis penceritaan. Maka, film ini adalah sebuah cerpen. Bukan sebuah novel.
Film ini merupakan sebuah omnibus yang memiliki empat buah cerita, mengenai empat musim yang berbeda. Summer Night Sky merupakan part mengenai persahabatan remaja cewek-cowok. Autumn Sunset merupakan part mengenai remaja yang menolak meneruskan kuliah.
Winter Morning merupakan part mengenai seorang pengrajin kulit yang tiba-tiba merasa rendah diri. Spring Breeze merupakan part mengenai seorang guru yang disayangi oleh murid-muridnya.
Gambar-gambar yang dipergunakan menggunakan warna yang kurang vivid. Bagi saya, itu berhasil memberikan kesan dreamy pada setiap part yang terjadi.
Penggambilan gambarnya sendiri banyak mempergunakan still motion. Lagi-lagi bagi saya, itu berhasil meninggalkan jejak lebih atas lokasi/latar ruang yang dipergunakan.
Seluruh cerita terasa sangat hangat dengan teknik penceritaan yang terkesan begitu saja, tanpa upaya untuk menampilkan emosi yang terlalu lebay. Meski demikian, “pemendaman rasa” yang dilakukan tersebut juga terasa memberikan emosi spesifik yang malah sesuai.
Seluruh cerita berjalan dengan kalem, namun dititik tertentu bisa membuat kita bagai merasa tersentil. Lagi-lagi, entah apa itu. Absurd.
Ketika film ini selesai saya terpuaskan. Sontak saya bertepuk tangan. Saya merasa dibawa ke sisi lain Jepang yang belum pernah saya kenal.
Relasi antar gender. Relasi antar keluarga. Relasi antar profesi.
Saya juga kembali disadarkan bahwa melihat bunga Sakura ketika sedang mekar, nonton kembang api, dan memiliki lokasi favorit untuk menyendiri itu... Jepang banget.
Ada beberapa nilai moral juga yang ingin disampaikan di sini. Saya ingin sekali spill di sini. Namun, kok saya takut jadi terlalu spoiler. Sebab, bisa jadi, hal itu adalah kesimpulan dari tema yang ingin di sampaikan dari setiap cerita.
Bagi beberapa orang yang tidak suka teknik penceritaan yang tenang dan banyak dialog. Mungkin akan sedikit bosan menontonnya. Karena memang jauh berbeda dengan model film-film superhero yang pindah sana-pindah sini, yang saya ibaratkan dengan “nomaden”, maka, film ini terbilang lebih “sedenter”.
SKOR
⍟⍟⍟⍟⍟⍟⍟ ⋆ ⋆ ⋆
Anda telah membaca artikel Anonum Indonesia
0 komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.