- Januari 13, 2025
- 0 Comments
Genre life slice biasanya lebih terasa memadai untuk digarap dalam bentuk film. Hal yang dipengaruhi oleh atensi fokus yang cenderung lebih tinggi. Namun, kemungkinan selalu terbuka.
Pachinko adalah sebuah life slice yang diadaptasi dari novel dan digarap dalam 8 episode saja, namun tetap bisa terasa penuh. Setiap detiknya terasa berharga. Setiap scene-nya on point.
Pada awalnya, serial ini bisa terasa relate dengan orang Indonesia atas kesamaan perlakuan Jepang saat melakukan penjajahan. Namun, mengingat kondisi saat ini, gw merasa bahwa ini akan bisa menjadi relate dengan semua orang di pelosok negeri. Gw benar-benar tidak menginginkan sulitnya kondisi perang terulang kembali
Anda membaca Anonum Indonesia
- Mei 03, 2022
- 0 Comments
Anita merupakan diva Hongkong. Dia sangat terkenal. Sebuah biografi yang diperas menjadi 137 menit ini cukup membuka mata atas bagaimana kehidupan/keseharian Anita dimata orang-orang terdekatnya.
Selengkapnya...
Anda membaca Anonum Indonesia
- April 30, 2022
- 0 Comments
Setelah infusi seni lukis, galeri seni dan seni teater, kali ini ada sebuah serial yang diinfusi oleh seni rupa. Nevertheless berlatar sebuah kampus seni. Latar tersebut menjadikan suasana serial ini terasa youthfull santuy. Bukan youthfull gangster.
Permasalahan yang diangkat adalah sebuah permasalahan kehidupan kampus yang penuh tugas seni, perbandingan antara bakat dan usaha, dan romansa dewasa muda. Untuk yang satu ini, ketika menontonnya jadi terasa jaksel banget sih.
Mengikuti serialnya, pada akhirnya, saya tidak bisa tidak setuju. Karena membahas romansa antar generasi masih terasa tabu (seringnya kita hanya membahas cinta dan romansa dengan yang seumuran, dimana pada dasarnya tidak ada pihak yang lebih berilmu dibanding lainnya), sehingga rasanya diperlukan contoh nyata, visually, mana yang masih dalam batas ok, mana batas yang sudah tidak ok, alias sudah mengarah pada kekerasan-manipulasi-pelecehan. Dan melalui serial ini, kurang lebih kita semua setuju dengan batas terbawahnya.
Selengkapnya...
Anda membaca Anonum Indonesia
- April 26, 2022
- 0 Comments
Di Indonesia, kami masih mengandalkan mesin fotocopy untuk kegiatan kampus sehari-hari. Kami jarang membeli printer dengan kertasnya untuk dioptimalkan penggunaanya. Apabila ada kawan yang memiliki printer, paling tidak kehidupan kampus kami akan aman. Tapi, kalau pun tidak ada, kami akan datangi toko fotocopy. Dari sanalah judul film ini berasal.
Fokus ceritanya sendiri berkisar di permasalahan kampus dan kehidupan teater kampus. Dimana ternyata terdapat sinister tersembunyi di dalamnya. Yang pasti dari awal, rasanya penonton seperti di ajak bolak-balik, baik secara literal, pun dalam konotasi antar pikiran-realitas.
Saya suka warna abu-abu/biru yang digunakannya. Terasa berbeda karena lumayan banyak film Indonesia yang menggunakan nuansa distopia dengan warna-warna karat. Terkadang rasanya jadi silau dimata.
Selengkapnya...
Anda membaca Anonum Indonesia
- April 24, 2022
- 0 Comments
Seorang anak perempuan menemukan bahwa Bapaknya meninggal. Dia yang sebenarnya sedang asik belajar di Belanda, jadi harus kembali ke kampung halamannya dan mengurus kematian tersebut. Dia juga jadi harus bertanggung jawab dengan galeri seni yang dimiliki oleh Bapaknya. Dia jadi harus mengoperasikannya. Hanya untuk menemukan bahwa dia ketumpuan hutang besar.
Menonton seri ini, saya merasa seperti sedang mengintip ke bisnis galeri seni. Kalau cerita dibuat menjadi lebih fokus ke kehidupan perkantorannya, maka seri ini obviously bakal menjadi seri yang membosankan. Tapi bumbu dramanya membuat semua hal yang dilakukan Dali, meskipun itu permasalahan kantoran, tetap terasa menarik.
Selengkapnya...
Anda membaca Anonum Indonesia
- April 22, 2022
- 0 Comments
Wanita dan Seni adalah sebuah diskursus tersendiri yang selalu menuai kontroversi. Setiap bagian di keduanya bagaikan bensin bagi satu sama lainnya. Serial ini pun sepertinya mengangkat salah satu diskursus tersebut.
Di dunia yang lebih mengutamakan laki-laki, adalah seorang anak cewek kecil yang hidupnya menjadi berbeda setelah ayahnya tiba-tiba meninggal saat sedang "nongkrong" dengan sahabatnya. Cerita pun berpindah pada seorang wanita dewasa yang memiliki sense art yang disetujui oleh orang banyak. Hal tersebut terjadi oleh karena saat kecil, dia menyukai sebuah lukisan, yang kemudian dibeli oleh bapaknya, yang kemudian membangun sebuah galeri seni untuk memajang lukisan tersebut.
Meski demikian, dia terasing dari galerinya sendiri. Dia bahkan tidak memiliki kuasa atas lukisan yang dia sukai tersebut. Setelah berkali-kali di kecewakan dengan sekitarnya, dia pun mencoba untuk meraih kembali hidupnya. Bagi saya, film dengan visual yang sangat feminin ini terasa sangat maskulin. Film ini juga banyak memvisualisasikan womanhood.
Selengkapnya...
Anda membaca Anonum Indonesia
- April 20, 2022
- 0 Comments