The Witches Dibuat Ulang, Dengan Cerita Yang Terasa Dekat
November 06, 2020
Legenda memiliki versinya sendiri. Dari sekian banyak versi, ini
merupakan legenda yang menakutkan untuk dunia modern tentang penyihir.
Sebab, biasanya mereka lebih excluded, yang mana mereka akan lebih memilih untuk hidup bersama kaumnya
sendiri. Tidak demikian dengan versi yang ini.
Penyihir itu nyata. Senyata tangan kanan dan tangan kirimu. Mereka juga
tinggal di tempat yang sama dengan kita. Sehingga bisa jadi, penyihir itu
adalah ibu guru killer di sekolah, bahkan tetanggmu yang cerewet.
Yang pasti, mereka para penyihir gelap, memiliki target utama dalam setiap
aksi-aksinya.
Anak-anak.
Diceritakan bahwa mereka tidak menyukai anak-anak. Bagi mereka anak-anak
itu memiliki bau yang tidak sedap. Bahkan ketika mereka paling bersih
sekalipun. Bagi penyihir, mereka lebih bau daripada kotoran yang terbau.
Sehingga penyihir pun hanya memiliki satu tujuan. Yakni, memusnahkan semua
anak-anak yang ada.
Target termudah mereka adalah anak-anak yang suka melamun. Maka dari itu.
Berhati-hatilah.
---
Film ini berlatarkan dunia di tahun '60-an. Sehingga pemeran nenek terlihat
sangat berwarna. Dengan aksesoris rambutnya. Dengan resep masakannya. Dengan
daster yang dipakainya. Juga dengan musik yang disetelnya. Punya nenek
seperti ini, sepertinya menyenangkan.
Dan ketika saya merasa bahwa pemeran utama film ini adalah laki-laki. Maka,
harusnya saya mempertimbangkan lagi banyak sekali peran perempuan di film
ini. Hanya saja mereka jahat. Sehingga saya pun tidak mau memaknai mereka
sebagai hal yang simbolik. Stereotyping para perempuan
sukses sebagai tipe yang benci anak-anak dan hanya ingin bersenang-senang
dengan sesamanya saja.
Sebab, kalau dicek lagi, peran lelaki disini pun tidak ada yang maskulin.
Saudara si nenek yang bekerja di hotel. Dia adalah chef.
Adalagi, lelaki yang sebagai pelayan utama
di restaurant hotel
dan porter. See.
Namun, kalau mau memasukannya sebagai film
yang empowerment pun, sepertinya juga bukan. Sangat tidak
cocok. Jadi, saya akan anggap ini sebagai film legenda saja dimana, mereka
hanya berkamuflase dalam jenis kelamin wanita. Yang mana hal ini juga
diceritakan, kenapa penyihir ini perempuan semua. Atau begitulah yang selama
ini kerap terlihat.
Tampilan karakter penyihir dibuat dengan CGI yang akan mengingatkan kita
pada CGI-nya karakter Venom dari Marvel Universe. Sah saja. Sebab ini selain
Venom, saya juga jarang melihat ada film lain yang menggunakan tampilan
seperti itu.
Tampilan penyihir utama (Grand High Witch) sangat menawan, sekaligus
menjijikan. Dan hal tersebut membuat saya kagum, sebab dia sangat
cantik.
Alur cerita dan pemecahan masalah, di satu titik memang terbaca. Hanya
saja twist di akhir mengejutkan.
Sebenarnya bisa saja menjadi sad ending nan
melankolis. Namun jiwa karakter yang happy, turut menularkan
semburat bahagia itu pada penonton. Untuk sebuah film anak-anak,
semuanya terasa cukup.
Lalu, kalau ditanya lebih seram mana dengan The Withces versi original?
Bagi kami, lebih seram versi yang ini.
0 komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.