Sudahkah kamu menonton film Mulan?
Film ini telah dibuat, telah diluncurkan dan telah menginfeksi kita dengan
rasa pemberdayaan perempuan yang belum pernah terasa begitu menyentuh.
Dalam benak saya ketika akan menontonnya, mau-tidak-mau saya membandingkannya dengan versi kartun animasi yang telah saya tonton puluhan tahun lalu.
Mungkin, itu tidak hanya terjadi pada saya. Film ini mendapat perhatian dan
ekspektasi tinggi dari seluruh dunia. Karena begitu banyak terhubungnya
perasaan perempuan dunia, apalagi perempuan Asia, terhadap alur cerita yang
terjadi.
Sebagai orang dewasa yang juga mengetahui perusahaan pembuat film ini, saya
ingin film ini juga terhubung dengan pendewasaan saya sebagai manusia dan
perspektif saya terhadap perkembangan estetika yang terjadi, namun mengingat
film ini diproduksi oleh perusahaan tersebut, saya pun membatasi diri saya
untuk tidak lebih menaruh ekspektasi lebih. Saya camkan erat-erat bahwa film
ini adalah sebuah film anak-anak.
Bahkan saya berniat tidak ingin menonton film ini, karena mungkin film ini
akan terasa terlalu ringan dan hanya lewat begitu saja.
Meski demikian, saya tercantol dengan beberapa nama pemain handal Asia yang
digandeng di dalamnya, sehingga saya ingin juga memberikan kesempatan untuk
sekali lagi di-nina-bobokan oleh ceritanya.
Saya tidak pernah seterkejut ini.
Teknik penceritaan dimulai dengan sebuah narasi, yang merupakan ciri khas
bagaimana sebuah dongeng di mulai. Narasi tersebut berasal dari perspektif
seorang lelaki yang juga seorang ayah yang juga seorang bekas pejuang perang
yang sedang berdoa, bersimpuh berdialog dengan leluhurnya. Saya tidak mau
terlalu banyak memberikan spolier terhadap isi cerita sehingga lebih baik saya
hentikan saja disini.
Namun yang pasti, film ini memang untuk anak-anak. Tidak ada adegan kekerasan
yang terlihat vulgar. Juga tidak ada adegan romansa murahan di dalamnya,
bahkan yang eksplisit sekalipun. Film ini sangat aman untuk usia anak-anak
8-15 tahun.
Sementara untuk plot, bagi saya terasa sangat dewasa. Tidak ada plot nanggung
dan remeh. Semuanya terasa bagai puzzle yang tepat. Juga berlaku pada (sedikit
spoiler) cerita seorang anak laki-laki comical yang isi dialognya hanya
“Ouch...”.
Selain penceritaan yang menurut saya sangat matang. Teknik pengambilan gambar
yang terbilang tidak ribet, sangat membantu membuat isi cerita lebih mudah
dicerna oleh anak-anak. Sangat simple dengan banyak memadukan one shoot-one
dialog, one shoot-one scene.
Banyak gambar indah, dreamy dan imaginary yang memuaskan
rasa-haus-akan-keindahan ketika saya menonton sebuah film. Bahkan, ada salah
satu latar yang mengingatkan saya akan salah satu lokasi lembah belerang di
games Apex Legend. Dan karena itu tergarap apik dan terlihat nyata, latar
tersebut bagi saya terlihat sangat indah dan spesial. Hal tersebut adalah
salah satu hal yang belum pernah saya temui dari film manapun seumur hidup.
Bagi saya, film ini terasa sangat dewasa. Entah bagaimana anak-anak umur 8-15 tahun dapat mengerti esensi dari cerita tersebut. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, oh mungkin memang bukan itu tujuannya.
Antagonis dalam film ini juga sungguh meyakinkan. Dan karena ini sebuah film
yang ada adegan peperangan di dalamnya. Ada beberapa stunt, yang menurut saya
sangat menakjubkan.
Memang, ada beberapa adegan yang sebagai orang dewasa, saya menganggapnya klise, hanya saja itu tertutup dengan segala macam aspek lain yang ada di sana. Saya, sebagai salah satu dari generasi 90-an sudah merasa terpuaskan. Film ini sangat layak di apresiasi dan sangat saya rekomendasikan.
Karakter favorit saya adalah karakter yang ada di dalam gambar di bawah ini. Menurut saya, dia menjadi tolak ukur atas bagaimana budaya memperlakukannya di masanya dengan mulainya perubahan yang terjadi atas bagaimana budaya kemudian memperlakukan Mulan di masa kini.
SKOR
⍟⍟⍟⍟⍟⍟⍟ ⋆ ⋆ ⋆
Anda telah membaca artikel Anonum Indonesia
- Oktober 02, 2020
- 0 Comments