Kejar Berita Utama Tanpa Henti Seolah 'Dunia Tanpa Koma'
Maret 09, 2021Saat makan siang, Raya berkenalan dengan Bram, jurnalis terbaik harian Kini. Bram tidak sengaja mendengar perbincangan bahwa Raya sedang mencari cara untuk mewawancara Mariana, Bram memberi info agar Raya datang ke Red Bar jam 8 nanti malam, karena biasanya lokasi tersebut menjadi tempat santai-nya Mariana. Raya pun jadi merasa terbantu.
Bram itu sosok jurnalis yang terkenal bandel. Metode investigasinya di luar kotak. Sendirian, Bram bisa mendapatkan lead alias info terdepan yang terkadang bahkan tidak tercium oleh jurnalis-jurnalis lain. Dia mempergunakan keluwesannya sebagai anak tongkrongan yang terkesan woles untuk mengorek dan mengumpulkan remahan informasi dari sana-sini.
Selain sebagai jurnalis yang disegani, Bram juga sangat terkenal sebagai seorang playboy sejati. Raya pun diperingati teman-teman sekantornya atas kelebihan Bram yang satu ini.
Tepat jam 8, Raya sudah muncul di Red Bar. Bram juga ada di sana. Tapi, Bram malah meminta maaf. Sebab, membuat Raya datang adalah akal-akalan Bram untuk bisa pedekate. Awalnya, mereka berdua saling berbincang asik. Tak disangka, datang ke Red Bar malah membuat mereka berdua jadi terlibat secara personal dengan kasus perdagangan narkoba yang memang sedang memanas di berita.
Bram dan Raya pun saling bahu-membahu dalam investigasi kasus tersebut untuk menjerumuskan Big Boss dari jaringan perdagangan narkoba tersebut ke penjara.
Bagi saya orang Indonesia, project ini benar-benar terasa berkesan. Pertama, sebab dimainkan oleh pemain film terkemuka Indonesia, dengan pengadegan yang terasa “benar”. Rasanya sungguh amat berbeda dengan menonton acting para pemain soap opera.
Kedua, bukti. Bahwa, kualitas serial lokal bisa sebegininya. Benar-benar model serial yang tidak pernah penonton Indonesia dapatkan sebelumnya. Hanya saja, ternyata, selama ini bukan serial yang model seperti ini yang dikembangkan lebih lanjut.
Sangat disayangkan bahwa model pilot project yang baik seperti ini, malah dibuang atau‒kalau tidak mau sekasar itu‒didiamkan begitu saja. Ini yang pertama dan‒kalau tidak mau katakan ini juga yang terakhir‒hingga kini, belum ada lagi model serial yang seperti ini.
Sedikit terasa aneh, ketika biasanya latar lokasi yang biasa terdengar ketika menonton adalah kota-kota seperti New York, New Orleans, London, Wales, Jeju, Soeul, di sini saya mendengar lokasi-lokasi yang tak asing seperti Menteng, Kota dan Warung Buncit. Ternyata, ada excitement tersendiri ketika lokasi-lokasi itu disebutkan oleh para karakter yang saya tonton.
Assembly cast-nya menarik. Tidak ada yang tidak mencuri perhatian, baik para pemeran keluarga Raya, para polisi, para villain juga karyawan-karyawan di kantor Target.
Bayu, Pemimpin redaksi Target, merupakan anak muda yang cerdas dan fokus dalam bekerja. Pemimpin yang disegani oleh rekan sejawat, baik oleh yang seumuran, juga dari rekan yang lebih tua.
Selain itu, relasi sosok pimpinan umum Harian Kini dan Majalah Target juga digambarkan sangat menarik. Di depan saling meledek-memuji, di belakang saling memecut reporternya untuk lebih baik lagi dalam mencari lead.
Pengadegan situasinya juga tepat. Saya, yang paling tidak pernah mencicipi rapat redaksi selama 4 tahun, sama sekali tidak menganggap bahwa setiap teriakan teguran dan makian di film ini sebagai sesuatu yang mendegradasi, lebay dan cringe. Tuntutan kejelian dan kejernihan dari jurnalis, memang merupakan alat tajam yang dibutuhkan dalam penulisan berita investigasi terutama untuk topik politik dan kriminal.
Endingnya, ironi. Raya yang diceritakan sebagai sosok yang menuntut pemberdayaan perempuan dan anti represi, tapi ketika itu sendiri terjadi padanya, oleh karena perasaan, dia sepertinya rela-rela saja untuk menjadi “buta”.
REVIEW
0 komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.