Kompleksitas Alias Keribetan Manusia Dalam I'm Thinking Of Ending Things
November 15, 2020
Judulnya 'Saya Sedang Memikirkan Hal-Hal Yang Telah Berakhir'. Judul tersebut sangat
jelas sekali maksudnya. Terutama, apabila penceritaan dari awal dimulai dari
pengenalan karakter cewek dan cowok yang berada di dalam sebuah relationship
(hubungan berpacaran). Mungkin dia lagi nostalgia nginget-nginget
mantan.
Ceritanya sendiri berfokus pada sebuah titik momen dalam sejarah panjang
hidup. Ketika si cewek berada di ambang putus cinta. Hanya, lebih baik
penonton bersiap diri. Sebab, film ini tidak ingin menjadikan sebuah putus
cinta jadi semudah itu.
Meski awalnya, film ini kayak gampang ditebak. Namun, semakin panjang kita
mengikuti ceritanya, semakin berliku-liku pula perjalanannya.
Dari segi dialog, untuk mayoritas orang Indonesia, film ini akan menjadi
terlalu sulit diikuti. Sebab, dialognya membicarakan semua hal yang jauh
dari jangkauan kami. Diantaranya, praktik fisika (dan fisika kuantum) dalam
kehidupan sosial, diksi/frase menarik dari sebuah puisi, isu kesetaraan di
level lain, juga seni rupa murni-dalam hal ini seni lukis aliran
realisme-yang dianggap tidak menarik, dengan alasan, dunia modern punya kamera.
Penceritaan sengaja dibuat membingungkan. Sebab, manusia terbiasa dengan pola
linear yang mudah. Maksudnya alur waktu yang berjalan lurus ke depan itu
mudah. Bagai mempertanyakan, bagaimana kalau sebuah film justru tidak
memiliki alur waktu yang jelas dengan nama dan umur karakter yang
berubah-ubah.
Cerita sekilas berpusat pada kunjungan si cewek yang melakukan kunjungan ke
rumah orang tua pacarnya. Mereka pergi menggunakan mobil di tengah badai
salju. Untuk mengisi kebosanan sepanjang itu mereka mengobrol,
berpikir/berkata dalam hati, dan mendengarkan radio. Kunjungan tersebut
harusnya menjadi kunjungan cepat, tanpa perlu bermalam di sana. Sebab si
cewek harus pulang lagi dan besoknya harus bekerja pagi-pagi.
Tapi hal mengesalkan terus terjadi dan menggelitik penonton. Di tengah cuaca
badai salju yang tidak tentu, si cewek selalu mengutarakan keinginannya
untuk segera cepat pulang. Sementara, kekasihnya selalu menggampangkan dan
mengatakan bahwa dia membawa rantai ban. Berulang-ulang.
Masalah tersebut bagai menjadi satu-satunya masalah yang muncul di film ini.
Mungkin itu yang ingin ditekankan di film ini. Bagaimana kalau dalam
hubunganmu yang baik-baik saja itu, terdapat satu masalah yang
berulang-ulang muncul.
Atau kalau kita mau ambil dan jadikan analogi. Mungkin masalahnya banyak,
namun disimbolkan dengan satu kejadian itu. Tapi tiap kali masalah terjadi,
respon yang diberikan kekasih menggampangkan seperti itu. Mungkin itu
mengganggu.
Banyak yang mengatakan bahwa film ini surealis dan kalaupun kita
mau anggap demikian, mungkin akan lebih membantu.
Biasanya ketika kita sedang dalam dunia mimpi, kita seperti punya satu
tujuan yang harus dicapai. Misalnya, aku harus minum teh tapi dengan gula
ajaib berwarna biru. Atau, aku harus segera menjemput pacarku yang baru
keluar dari rumah sakit dan membawanya ke apartemenku.
Dan biasanya masalahnya berada di tujuan tersebut. Tapi aku gak punya gula
ajaib berwarna biru dan itu harus aku cari dan temukan. Tapi apartemenku itu
sangat sempit dan tidak boleh bawa hewan sementara pacarku ingin anjingnya
ikut serta.
Nah, ketika respon itu diberikan. Penceritaan visual bagai memberikan makna
akan adanya sebuah kegelapan yang tidak terungkap di permukaan. Ada hal yang
tersembunyi. Macam film-film psikopat saat tempat beraksi dan motifnya belum
ketahuan.
Selain itu, kalau menghadapi film psikopat, kita pun jadi menyiapkan diri
dengan segala kemungkinan yang terjadi. Siapa yang mati berikutnya. Siapa
pelaku sebenarnya. Tapi, bagaimana dengan film ini?
Bagi saya visual tersebut ternyata perlu. Mengingat penonton memang mesti
mempersiapkan diri dengan kejutan selanjutnya. Apalagi ketika tadinya kita
sudah mulai menganggap bahwa klimaks ceritanya sudah lewat.
Review
|||||||{{{
0 komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.