Cocok Dan Tidak Pernah Gagal Memerankan Karakter Badass. The Old Guard, Salah Satunya.

Oktober 23, 2020

Setelah mengambil peran wanita dewasa di Bombshell, buru-buru Charlize Theron kembali ke image badass-nya dengan berperan di film yang ia produseri ini. 


Saya pertimbangkan dengan serius, apakah saya ingin menonton film ini atau tidak dari posternya yang menampilkan foto Ms. Theron dengan rahang yang ia katupkan erat. Seolah-olah mengatakan bahwa. Hidup gw berat bro! 


Cerita dimulai dengan suara gemerincing peluru di lantai dengan visual fokus pada sepatu boots. Lalu, mengarah satu per satu pada jasad yang membujur. Total lima jasad. Tubuh mereka, penuh luka tembak. Tubuh mereka terciprat darah. 

Terdengar narasi penuh keluh kesah atas hidup. Dia mempertanyakan, apakah ini saatnya? Tapi dia tahu, bahwa jawaban yang dia dapatkan selalu membuatnya muak. Mungkin, dia belum bisa mendapatkan jawaban yang sesuai dengan kemauanya. 

Visual pun berpindah ke sebuah gang, lokasi yang tersembunyi di Maroko. Seorang cewek. Berambut bondol. Berkaos hitam. Berkacamata hitam. Berjalan menyusuri gang tersebut. dia menoleh memperhatikan sekitar. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu. Alamat, mungkin? Orang yang dia kenal, mungkin? 

Seorang lelaki menggunakan sepeda motor, menyusulnya dari belakang dan berhenti tepat di depannya. Mereka saling tersenyum. Dialog terjadi. Mereka membicarakan Surabaya. Mereka membicarakan CIA. Mereka membicarakan Sudan Selatan. 

Ah. Saya pun langsung berasumsi bahwa mereka adalah anggota militer. Atau profesional yang bisa disewa untuk melakukan tugas militer. Mudahnya, mereka ini semacam pembunuh bayaran? Ahahaha... saya tau apa. 

Dari awal, saya merasa bahwa ah ini adalah sebuah proyek narsis. Pasti cerita hanya akan berkutat di karakter utama cewek ini. Ternyata saya salah besar. 

Ada... semacam delegasi atau regenerasi yang mutlak terjadi karena memang begitulah naturalnya alam raya. 

Ada... rahasia besar tersembunyi di sini. 

Dan yang paling bikin malas. 

Ada... hal yang tidak diinginkan terjadi. 



Yang pasti, film ini terasa sangat twist. Tidak ketebak. Maksudnya, kalau kita menonton film macam Avenger atau Transformer. Kita pasti sudah 100 persen yakin dengan bagaimana cerita itu akan selesai. Happy ending. Musuhnya kalah. Jagoannya menang. Cuman, jangan berharap seperti itu ketika menonton film ini meskipun kita sempat dibawa pada perasaan bahwa film ini hampir mirip dengan kedua film yang saya sebutkan tadi. 

Lalu, saya jadi ingin mempertanyakan lagi fungsi sebuah film disini. Benarkah ia hanya sebuah fungsi senang-senang. Karena terkadang film menyentil sebuah persoalan yang mungkin belum pernah sama sekali kita kenal. 

Meninggalkan kita para penontonnya menjadi berandai-andai dan kemudian memikirkan kemungkinan dan sikap yang akan diambil, apabila kita dihadapkan pada persoalan yang serupa terjadi di kehidupan nyata. 

Entahlah. Mungkinkah saya menonton film ini hanya karena gambar di posternya. Atau karena saya terlalu nge-fans dengan aktor utamanya. Saya sepertinya sudah yakin, bahwa sang aktor yang saat ini juga sangat aktif berperan sebagai produser, atas portfolio karyanya, mampu memberikan tayangan berbeda, menarik dan menyentil untuk kemudian di bawa ke publik. Meski demikian, dia juga mampu membuatnya tetap menyenangkan (entertaining). 

Di era teknologi tinggi semacam ini, film ini terkesan sangat kuno. Percayalah, apabila pambuatnya menginginkan kesan kuno akibat judulnya yang juga menggunakan kata “tua”, perlakuan tersebut sangatlah berhasil. Entah bagaimana, meskipun teknologi canggih cukup banyak bertebaran. Senjata dan alat komunikasi.

Kekurangannya... 

Sungguh. Saya terlalu suka dengan film ini. Saya sangat tidak ingin membahas kekurangannya. Tapi karena kekurangan itu jugalah saya tidak bisa memberikan review di angka 8 untuk film ini. 



SKOR

⍟⍟⍟⍟⍟⍟⍟ ⋆ ⋆ ⋆



Anda telah membaca artikel Anonum Indonesia

Mungkin Disukai

0 komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.