Dunia sedang merayakan legasi "kegilaan" sapuan kuas Vincent Van Gogh.
Rangkaian pameran atas karyanya sedang berkeliling negeri, tepatnya diadakan di 22 kota yang tersebar di Amerika, Kanada dan Cina. Pameran ini bertajuk Van Gogh: The Immersive Experience.
Pamerannya sendiri sengaja dibuat dengan sangat tidak biasa, sebagai sebuah pengalaman baru yang dapat memicu rasa pada beberapa panca indera sekaligus.
Pengunjung akan mendapatkan pengalaman bagaimana rasanya masuk ke dalam lukisan Starry Night yang terkenal itu. Selain Starry Night, hampir semua karya lukisan juga dapat dinikmati secara virtual 360 derajat.
Datang langsung ke pamerannya pun juga aman. Sebab sudah disesuaikan dengan aturan 'penjauhan sosial' yang berlaku. Misalnya saja, disediakan cairan disinfektan. Selain itu, pengunjung dibatasi dan dibuat pula navigasi khusus untuk jaga jarak, berupa tanda bulatan yang berjauhan sebagai tanda pemisah.
Tapi kabarnya, tiket untuk bulan Maret dan April sudah sold-out. Tiketnya terjual dengan cepat, mengingat, siapa yang tidak mengenal Van Gogh. Terlebih lagi, siapa yang tidak terinspirasi darinya.
Sebagai tambahan, pada 18 Maret, Van Gogh akan mengunjungi San Francisco, dan dalam waktu dekat setelahnya ada 6 kota yang akan disinggahi lagi, yakni Miami, Boston, Dallas, Washington DC Philadelphia, dan Houston.
Baik pameran yang diadakan di indoor maupun outdoor (seperti di Bangkok), pameran lukisan ini merupakan sebuah cara pameran lukisan yang bisa dibilang pionir dibidangnya. Banyak medium digunakan guna membatasi, mengekspansi dan menjadikan karya lukis Gogh menjadi lebih takjub, lebih terasa masif.
Selain itu, koleksi yang dipamerkan juga beragam. Sebab selama hidupnya, Van Gogh tidak melulu melukis dengan aliran pos-impresionalisme. Sebagai artis yang peka, gaya melukis Van Gogh juga sempat terkena pengaruh lingkungannya.
Ketika kita melihat foto bertahun 1960-an, kita sempat merasa bahwa dunia begitu jadul. Dunia hitam putih. Namun, menyelami kembali hasil karya dari artis di tahun 1886 ini, saya merasa sepertinya dunia Van Gogh di tahun itu sudah merupakan sebuah dunia yang modern.
Bagaimana bentuk dunia dan ragam warna yang Gogh hasilkan dari lukisan-lukisannya di tahun tersebut, masih bisa terasa relate, yang kemudian masih terus direplikasi dan terus menginspirasi bahkan bagi mereka yang hidup di "dunia modern tahun 2020-an", menjadi sebuah konsep yang baru saya temukan atas adanya pameran lukisan ini.
Van Gogh sebagai manusia.
Van Gogh membuat sekitar 200 lukisan selama dua tahun tinggal di Paris. Tepatnya sekitar tahun 1886-1888. Namun, kebanyakan dari karya Parisnya, berukuran kecil.
Van Gogh pernah dipenjara di sebuah mental asilum di daerah Saint Remy-Provence, karena pernah memutilasi telingannya sendiri, membungkusnya dengan rapi, dan memberikannya sebagai hadiah kepada seorang wanita muda di lokalisasi yang ia sukai.
Dia berada di asilum selama kurang lebih 50 tahun, sebelum akhirnya meninggal di tahun 1932.
Sebagai pelukis yang sebelumnya terpengaruh aliran impresionalis yang cenderung ber-brightness rendah, ada kritik yang menyebutkan bahwa ketika di Paris, Van Gogh bagai bertemu cahaya, dan di Paris bagian selatan dia bagai bertemu matahari.
Anda telah membaca artikel Anonum Indonesia
- Maret 08, 2021
- 0 Comments