Ini merupakan jenis film coming age. Bercerita mengenai kehidupan dua anak muda,
sahabatan, dengan segala permasalahan hidup yang mereka alami.
Film dibuka dengan rapid visual gedung-gedung iconic khas ibukota. Ipang dan Nugi sedang berkendara dengan mobil keliling kota. Mereka saling meledek bawa-bawa banci. Bahkan Ipang sempat memelankan mobilnya ketika berada di tempat mangkal para banci. Sengaja untuk ngeledek Nugi.
Dari sana mereka pergi ke toko musik favorit mereka. Disana mereka bertemu
dengan Sandra, cewek yang lebih tua yang juga menjadi teman nongkrong mereka
berdua.
Mereka berdua suka nge-band. Dan bercita-cita untuk menjadi anak band. Namun, pas pembagian rapot sekolah, keduanya mendapatkan nilai yang buruk.
Sampai-sampai, Ibu meminta Nugi untuk bertemu dengan Ayahnya. Untuk menghabiskan waktu bersamanya selama liburan semester. Nugi setuju dan mengajak Ipang juga. Di sanalah mereka akhirnya bertemu dan belajar permasalahan hidup yang sebenarnya.
Film ini merupakan film yang pernah membuat seluruh anak muda Indonesia di jamannya terkesan. Kita, benar-benar menyukai kedua karakter utamanya. Ipang dan Nugi dimainkan oleh dua orang cowok cantik Indonesia. Macam Depp atau Dicaprio waktu masih muda. Cantik.
Nama sutradanya juga jadi melambung tinggi, hasil dari betapa suksesnya film ini di pasaran. Dan entah bagaimana terjadinya, bisa-bisanya ada film macam ini di Indonesia. Si sutradara berhasil membuat film macam begini.
Saat itu, belum banyak film Indonesia. Apalagi, yang menyorot spirit anak muda dan kemudaannya dengan isi dialog yang penuh dengan kata-kata jalanan seperti di film ini. Sehingga, menontonnya, amatlah terasa fresh.
Siapa sangka juga, kedua pemainnya akhirnya menjadi aktor yang bagus dan benar-benar serius menekuni karirnya, bahkan hingga kini.
Emosi Ipang ketika adegan mengkonfrontasi setelah curi dengar dari anak tangga, patut diacungi jempol. Membuktikan bahwa pemeran Ipang, memang merupakan aktor drama yang baik.
Bromance diantara keduanya pun menjadi bromance-goals para anak muda saat itu. Dimana, tidak ada satupun permasalahan yang bisa memisahkan mereka, yang mampu membuat mereka berdua tercerai-berai.
Sekalipun ketika masalah tersebut mengandung faktor cewek dan perasaan cinta. Memang, Nugi sempat naik pitam juga, tapi sebagai orang yang memang marah duluan, Nugi pula yang akhirnya mendatangi Ipang untuk minta maaf dan berbaikan. Di lain pihak, Ipang juga woles banget dan maafin Nugi begitu aja.
Sungguh sebuah pesan moral tersirat yang berharga untuk kelanggengan persahabatan.
Pengambilan gambarnya luar biasa aneh. Memang ada pengambilan gambar konvensional, seperti dari arah depan, dari samping. Tapi ada juga yang seolah-olah, dari balik semak-semak arah kanan bawah, atau dari balik kaca, atau dari ruang sebelah dan hanya mengambil visual yang terpantul di kaca. Goks!
Scoring utamanya lezat sekali.
Begitu cocok dengan spirit rebel khas kedua karakternya.
Setiap adegan pun mendapatkan porsi scoring-nya masing-masing sesuai dengan karakternya. Misalnya, seperti di setiap adegan Ibu Nugi, selalu terdengar suara khas sitar. Itu membuat saya jadi cengengesan dan jadi ingin selalu berkata “Namaste”.
Begitu juga ketika adegan Nugi dan Ipang membawa kawannya yang kejang-kejang ke ruang UKS. Di situ, scoring-nya sangat berasa ‘custom’. Tidak asal tempel.
Pun ketika aktor lawas Indonesia sedang beradegan laga. Scoring dan pengambilan gambar tiba-tiba berubah mengikuti tipe film yang pernah dibintanginya, membawa legacy si aktor lawas tersebut.
Sayang banget, hanya ada satu
film ini saja yang menyoroti sisi fun dan rebel anak muda. Sebenarnya, film ini
sangat besar potensinya untuk dijadikan franchise macam American Pie. Yang mana, tetap diproduksi dengan adanya sebuah benang merah‒cinta misalnya, atau rock n roll misalnya‒meskipun dengan isu, aktor dan
cerita yang berbeda.
Sebab, orang tua akan selalu
melahirkan dan anak muda rebel akan selalu ada.
REVIEW
- Maret 10, 2021
- 0 Comments