Sebuah pelatihan untuk kamu semua kaum adam yang sedang kesulitan mencari kerja. Yang hidupnya masih susah. Yang usianya sudah hampir meninggalkan kategori muda. Di pekerjaan ini, kamu tidak akan pernah di diskriminasi. Sejelek apapun muka kamu. Karena yang akan di diskriminasi adalah kamu yang memiliki tompel gede di wajah. Kocak.
Sebelum pelatihan, kamu harus terlebih dahulu mengikuti sebuah tes pilihan ganda dengan suara seorang wanita beraksen US tapi berbicara dengan bahasa Indonesia. Kocak.
Setelah kamu ditentukan oleh tes tersebut, kamu akan mendapatkan pelatihan body language / gesture oleh seorang Bapak Bapak sejati dalam kostum senam, yang akan disertai dengan goyangan pinggul yang sungguh aduhai bila dilihat oleh mata telanjang. Kocak.
Kekocakan-kekocakan selanjutnya terlalu banyak untuk saya tuliskan, sehingga sangat kami sarankan untuk silahkan tonton saja film ini.
Sebenarnya, film ini adalah sebuah film yang menceritakan kehidupan Jojo. Lanang miskin yang tiba-tiba ditawari sebuah pekerjaan berkostum pengantar pizza namun bergaji esmod. Gengnya Jojo bahkan sering keluar masuk kafe yang biasa didatangi oleh para anak orkay. Anak muda yang bokapnya pengusaha sukses, berprofesi mahal (seperti dokter, pengacara), juga pejabat kakap.
Awalnya Jojo merasa pekerjaannya di Quickie Express tersebut, ringan-ringan saja, hingga akhirnya ia jatuh cinta pada Lila, dan diajak Lila untuk makan malam bersama dengan keluarganya.
Semenjak itu, permasalahan semakin memuncak.
Kalau Tazza dengan yakin saya katakan sebagai jenis film brengsek yang bikin nagih, Quickie Express adalah sebuah momen sinting tak tergantikan, yang jarang terjadi.
Dunia film ini bagai sengaja dibuat tidak realistis, padahal tema bahasan utamanya teramat nyata, banyak terjadi di sekitar kita.
Tapi, kalau mengingat-ingat lagi twist dari film ini. Itu, memang sedikit terasa agak tidak realistis. Tapi (lagi), lebay-nya masih dalam batas wajar. Sehingga, masih ada insting yang berkata 'ya bisa jadi juga sih, hal kayak gitu terjadi'.
Atau, sesungguhnya film ini berdasarkan kisah nyata yang level komedinya ditingkatkan? Mungkin saja...
Sisi teknisnya, clean slate. Tidak terasa membosankan. Editan tidak terasa patah. Dan beberapa kali, plotnya berhasil menyuguhkan kejutan tak tertebak.
Pemeran yang menjadi sorotan adalah Ibu Lila, Bapak Lila dan dia yang dibacakan 'ini budi' sama Marley. Permainan ketiganya sinting. Semua permainannya tidak ada yang mentah. On-point di setiap pengadegan (scene).
Ekspektasi yang pada awalnya hanya sebatas tenggorokan: bahwa ini adalah sebuah film receh, dengan adanya amunisi dari ketiga pemeran yang memainkan tiga karakter tersebut, berhasil meningkatkan level tontonan ini, sehingga menjadi jauh melewati batas tinggi kepala.
Untuk sebuah tontonan. Film ini adalah jenis tontonan yang asik banget. Mudah dicerna, namun tetap terasa berbobot.
REVIEW
⍟⍟⍟⍟⍟⍟⍟⍟ ⋆ ⋆
Anda telah membaca artikel Anonum Indonesia
- Maret 18, 2021
- 0 Comments